Tuesday 26 June 2012

Program Peningkatan Pelayanan

Meningkatkan Pelayanan dengan Program Continuity 360 degree Feed Back
Dasar berpikir untuk menerapkan penilaian yang tepat untuk meningkatkan kinerja pelayanan disebuah Restoran adalah karena penilaian Top Down yang diterapkan selama 5 tahun kurang membawa perbaikan service. Pengukuran bidang service sulit dilakukan karena yang jauh lebih tahu adalah rekan kerja dan orang yang paling sering berinteraksi dengan yang dinilai. Atasan tidak memahami bila greeting selalu dilakukan, sikap ramah dalam memberikan pelayanan, membantu pelanggan memilih menu, kesiapan dalam “take the order”, “repeat the order” selalu tertib dilakukan, senyum dalam menyambut pelanggan, tepat dalam menyajikan bahkan tidak semua komplain diketahui oleh atasan. Oleh karena itu jauh lebih tepat menerapkan program “Continuity 360 degree Feedback.
Pada awal penerapan program ini banyak hambatan yang terjadi. Penolakan atas penugasan untuk menilai yang hanya membutuhkan waktu 15 – 20 menit setiap bulan. Penolakan paling keras adalah masalah service charge yang akan dibagikan pada karyawan sesuai dengan hasil penilaian. Melalui proses sosialisasi individu per individu maka didapatkan kesimpulan : 92% karyawan menyetujui bahwa sistem penilaian yang akan diterapkan adalah baik, fair, dan adil karena yang berprestasi akan mendapatkan lebih dari yang kurang berprestasi.
Karyawan menuntut untuk tidak menggunakan uang service charge untuk memberikan penghargaan prestasi. Masalah ini begitu kuat karena 2 orang yang kurang setuju penilaian ini diterapkan adalah tergolong memiliki jabatan sebagai pimpinan atau supervisor. Mereka beranggapan, kasihan terhadap karyawan yang akan mengalami penurunan pendapatannya. Beberapa dasar pengelolaan service charge adalah ada pada pihak manajemen. Oleh karena besaran % service charge ditentukan oleh pihak manajemen. Apabila pelayanan yang diberikan kepada pelanggan baik maka manajemen juga akan berencana untuk meningkatkan % service charge. Dasar pemikiran pengelolaan service charge ada pada pihak manajemen adalah :
1.       Manajemen yang menentukan besaran % service charge yang diberlakukan.
2.       Uang service charge sudah digunakan untuk mengganti biaya lost and breakages.
3.       Masuk dalam struk pembayaran sehingga diketahui oleh pihak manajemen. Berbeda dengan uang tip yang diberikan oleh pelanggan.
4.       Penyimpanan uang service charge sebelum dibagikan ada pada pihak manajemen.
5.       Pencatatan pendapatan service charge juga dilakukan oleh bagian accounting bukan dilakukan oleh karyawan.
Setelah mereka memahami hak pengelolaan ada pada pihak manajemen dan digunakan untuk memotivasi karyawan dalam meningkatkan mutu pelayanannya maka programpun dijalankan. Untuk mengatasi keluhan karyawan maka akan diberlakukan penilaian awal sehingga karyawan dapat mengetahui hasil penilaiannya dan memiliki kesiapan serta mau berusaha untuk meningkatkan mutu pelayanannya sesuai feedback yang diberikan.
Setelah penerapan 2 kali umpan balik atas hasil penilaian maka terjadi perubahan tingkat layanan kepada pelanggan. Unsur motivasi dalam program telah diterapkan baik berupa “incentive motivation” maupun “fear motivation”. Karyawan dengan penilaian terbaik mendapatkan tambahan incentive khusus tetapi tidak diumumkan siapa yang terbaik. Hal ini mencegah timbulnya rasa iri atas hasil yang diterima karyawan yang bersangkutan. Program ini bukan hanya sekedar penghargaan secara sosial dimana karyawan yang bersangkutan mendapatkan pin atau token dan diumumkan di dinding pengumuman. Sedangkan bagi karyawan yang kurang disampaikan dalam pertemuan untuk menjadi perhatian dalam meningkatkan kinerjanya.
Berbagi untuk sukses bersama, moga bermanfaat.
Drs.Psi. Reksa Boeana
Executive Partner PT. Smart Business Solution.

Sunday 3 June 2012

Manajemen kinerja

Bagian 5 :
Memberikan konsekuensi atas pencapaian kinerja karyawan.
Pengukuran kinerja yang tidak disertai konsekuensi akan diabaikan oleh karyawan. Seorang karyawan mengetahui bahwa seberapa disiplinnya ia menjalankan tugasnya, tetap tak akan mendapatkan kenaikan gaji manakala omzet atau laba perusahaan tidak menunjukkan peningkatan. Banyak kasus terjadi dimana hasil penilaian tidak menunjukkan perbedaan pemberian kenaikan gaji kepada karyawan. Karyawan memahami bahwa dampak hasil penilaian tidak terlalu berpengaruh pada peningkatan atas kesejahteraan mereka.
Ada pula perusahaan yang memberikan kenaikan hanya berdasar pada kenaikan upah minimum kabupaten/kota. Peningkatan penghasilan sebagai konsekuensi atas prestasi kerjanya tidak menunjukkan pengaruh yang berarti. Karyawan bisa merasakan bahwa selisih konsekuensi yang diterimanya tidak jauh berbeda dengan karyawan yang mendapatkan nilai cukup. Bila perbedaan ini tidak signifikan bagi mereka maka mereka kurang memperhatikan hasil dari penilaian prestasi.
Dalam menetapkan konsekuensi maka karyawan harus bisa merasakan konsekuensi tersebut yang membuatnya mau melakukan upaya meningkatkan kinerjanya. Sebagian besar perusahaan telah menerapkan konsekuensi positif berupa kenaikan kesejahteraan atau fasilitas bagi karyawan yang berprestasi. Namun karyawan yang kurang berprestasi , tidak mendapatkan konsekuensi. Manajemen telah menciptakan “tuntutan” dalam benak karyawan atas konsekuensi positif.
Peningkatan kinerja produktifitas menjadi jauh lebih cepat terjadi bila karyawan merasakan akibat dari tindakannya. Bila ia sejalan dan mencapai kriteria performance baik maka ia dapat merasakan kesejahteraannya meningkat berbeda dengan yang lain. Demikian pula manakala ia tidak mencapai performance yang ditetapkan maka ia bersedia membayar harganya. Incentive motivation dan fear motivation harus bisa dirasakan sebagai konsekuensi sehingga mereka enggan untuk tidak disiplin dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Penetapan konsekuensi adalah bagian terpenting dalam peningkatan kinerja produktifitas.
Menggabungkan pemberian konsekuensi dengan Key performance indicator mampu mempercepat peningkatan produktifitas kerja. 70% dari seluruh pesanan terkirim dalam hari ke 3, ini bukanlah key performance indicator tetapi key result indicator. Key performance indicator adalah kegiatan kunci yang berpengaruh terhadap performance kerja secara langsung. Dalam hal pengiriman misalnya adalah jam berangkat kendaraan. Manajemen bisa memahami bahwa belum terjadi perbaikan kinerja manakala ia mendapatkan informasi jam berangkat kendaraannya. Oleh karena itu KPI adalah suatu program peningkatan kinerja 100 hari. Suatu kecepatan perbaikan yang berpengaruh terhadap daya saing perusahaan. Semenjak ditetapkan maka dalam jangka waktu 100 hari terjadi perbaikan kinerja.
Moga bisa bermanfaat
Drs.Psi. Reksa Boeana
Executive Partner PT Smart Business Solution

Friday 1 June 2012

Manajemen kinerja

Bagian 4: Memberikan Bimbingan yang diperlukan
Penilaian kinerja tidak hanya berhenti ketika hasil penilaian telah didapatkan. Hasil penilaian merupakan ukuran pencapaian kinerja masing-masing karyawan. Karyawan mendapatkan informasi kinerja mereka yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan. Seringkali manajemen tidak memahami kebutuhan karyawan untuk meningkatkan performance mereka.
Banyak meeting dan pengarahan yang dilakukan. Setiap ada permasalahan atau penyimpangan yang terjadi, maka manajemen mengambil langkah untuk memberikan pengarahan, melakukan peneguran bahkan peneguran di ruang rapat. Kesalahan baru yang dibuat oleh karyawan bisa jadi efektif bila dilakukan pengarahan, pelatihan maupun peneguran. Tetapi permasalahan berulang yang muncul harus dicermati dengan bijak. Sesungguhnya karyawan sudah mengetahui penyebab kesalahan itu terjadi tetapi tetap saja melakukan kesalahan yang sama.
Ada sisi lain yang harus ditemukan. Tidak hanya faktor utama penyebab kesalahan itu terjadi. Tekanan dari atasan atas setiap penugasan, ketidaktrampilan karyawan mengoperasikan komputer sehingga menyebabkan ia merasa dikejar-kejar target, fasilitas pendukung kerja yang tidak tersedia setiap saat karena faktor kerahasiaan dll. Sesungguhnya karyawan mengetahui apa yang dibutuhkannya dalam meningkatkan kinerjanya tetapi sering kali sulit menemukan tanpa bimbingan orang yang paham.
Diperlukan bimbingan (coaching), untuk meningkatkan kinerja. Semua orang sukses memiliki pelatih. Dan tak pernah ada sukses itu dilakukan sendiri. Pendaki gunung everest sekalipun membutuhkan pembimbing, pelatih dan team yang baik. Pendaki awal selalu memberikan arahan manakala mereka tak dapat melanjutkannya, alasan tak sanggup melanjutkan menjadi pelajaran bagi pendaki berikutnya. Pendaki juga butuh penunjuk jalan yang mengetahui arah karena pernah mengikuti ekspedisi sebelumnya. Jalan yang dibuat oleh pendaki terdahulu juga merupakan pembimbing bagi pendaki yang ingin menuju puncak. Pembawa ransum perbekalan yang tak berjumlah sedikit ( bisa mencapai 40 – 60 orang) yang membawa bahan makanan, perlengkapan dan tenda yang cukup berat dipunggung mereka. Namun kita hanya mengenal siapa pendaki yang mampu menaklukkan mount everest.
Bila karakter pemimpin menyukai relationship dan penyabar, maka jauh lebih baik coaching process dilakukan olehnya. Namun bila pemimpin bersikap temperamen, jauh lebih baik menggunakan coach dari luar karena karyawan tidak akan terbuka kepadanya. Keterbukaan sangat dibutuhkan untuk mengembangkan potensi masing-masing karyawan. Sesungguhnya orang yang paling mengenal dirinya adalah karyawan itu sendiri. Diperlukan pelatihan coaching dalam menjalankan program “continuity 360 degree feedback”.
Salam sukses selalu
Drs.Psi. Reksa Boeana
Executive Partner PT. Smart Business Solution.

Manajemen kinerja

Bagian 3 : Memberikan umpan balik atas kinerja individual.
Kita paham bahwa perbaikan akan terjadi manakala karyawan mendapatkan umpan balik atas hasil kerjanya. Sistem penilaian kinerja mensyaratkan untuk disampaikannya umpan balik kepada karyawan yang bersangkutan. Namun dalam prakteknya, ada banyak kasus dimana hasil penilaian tidak disampaikan kepada karyawan untuk menghindari timbulnya konflik yang berpengaruh terhadap kinerja tim. Pemikiran yang terlintas adalah menjaga hubungan baik antara atasan dan bawahan, karena masih banyak penilaian yang diterapkan adalah dari atas ke bawah ( top – down). Ada sebagian yang memberikan hasil kesimpulan perbaikannya. Karyawan tergolong pada cukup, baik, baik sekali. Bagi karyawan, kesimpulan akhir yang diberikan, tidak memberikan makna tentang apa yang harus dilakukannya untuk memperbaiki performancenya.
Kekhawatiran konflik antara penilai dan yang dinilai menjadi berkurang manakala menggunakan program “Continuity 360 degree feedback”. Karyawan akan dinilai oleh atasan, rekan kerja dan bawahan serta dirinya juga berhak menilai. Maka dampak yang terjadi adalah karyawan akan melakukan upaya menjalin hubungan yang baik dengan atasan, rekan kerja dan bawahan. Agar konflik tidak muncul maka karyawan yang dinilai tidak mengetahui siapa yang menilai dan hasil penilaian dari masing-masing penilai. Mereka mendapatkan kesimpulan atas kriteria penilaian yang menjadi sumber bagi karyawan dalam meningkatkan kinerjanya.
Penilaian prestasi umumnya dilakukan periodik setahun sekali atau 6 bulanan. Karyawan bisa menunjukkan perubahan sikap dan perilaku manakala penilaian akan dijalankan. Mereka menunjukkan perubahan perilaku disiplin, kepatuhan, komunikasi dan kerjasamanya manakala akan dinilai. Hal ini yang menimbulkan bias penilaian. Penilai cenderung akan menilai perilaku sesaat ini karena itu yang paling dekat dengan sisi emosional penilai.
Perubahan terjadi manakala individu diberikan umpan balik. Umpan balik perlu dilakukan segera agar individu jelas apa yang diharapkan dan masih terlibat sisi emosionalnya manakala kejadiannya baru saja terjadi. Semakin sering umpan balik diberikan maka akan semakin cepat perubahan sikap dan perilaku terjadi. Program “Continuity 360 degree feedback” menerapkan penilaian bulanan sehingga masalah atau penyimpangan yang terjadi dapat segera diumpan balikkan. Pengukuran atas perbaikannya bisa diketahui dalam bulan depan. Oleh karena itu program ini didesain menjadi sederhana bagi penilai, dimana cukup membutuhkan waktu 20 – 30 menit untuk menilai 7 orang. Program berbasis komputer sehingga paperless dan hasil penilaian dapat diketahui pada hari yang sama. Pada hari itu juga yang dinilai bisa memahami apa saja yang kurang dari dirinya dan perlu melakukan perbaikan.
Melalui penilaian bulanan maka disamping dapat segera mengukur komitmen perubahan individu, program ini juga bisa mengukur indeks perbaikan individu. Indeks positif menunjukkan komitmen perubahan yang baik. Indeks negatif menunjukkan individu kurang konsisten mempertahankan perbaikan yang dilakukan. Meskipun nilainya baik tetapi indeks perbaikannya mengalami penurunan maka individu ini perlu mendapatkan perhatian khusus.
Semoga bermanfaat
Drs.Psi. Reksa Boeana
Executive Partner PT. Smart Business Solution

Manajemen kinerja

Bagian 2 :
Mengukur kinerja individual dan kemudian melakukan evaluasi
Banyak perbaikan yang bisa dihasilkan. Wajar bila manusia menghendaki untuk kehidupan yang lebih baik. Banyak pula ide perbaikan yang bisa diwujudkan melalui kerjasama dan melibatkan karyawan dalam proses perbaikan. Banyak ide besar yang dihasilkan oleh para pemikir dan mereka yang ahli. Tetapi jauh lebih penting adalah memelihara apa yang telah diperbaiki itu tetap berjalan. Menjaga dan mempertahankan sesuatu yang baik tidaklah mudah.
Banyak kasus, orang lebih tertarik pada hal yang baru. Mereka punya kebanggaan untuk menghasilkan perbaikan dan bermakna di tempat kerja. Banyak orang sibuk untuk mencari, apalagi yang harus dilakukan perbaikan untuk dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Energi dan perhatian lebih pada peningkatan kinerja melalui perbaikan proses kerja. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran atas kinerja. Barang siapa tak mampu mengukur maka sesungguhnya ia tak mengalami kemajuan. Bisa jadi hasil yang didapat hanya berjalan ditempat, karena tidak menjalankan dan menjaga apa yang telah diperbaiki.
Mengukur kinerja dan kemudian mengevaluasi adalah langkah yang harus dilakukan untuk memanajemeni kinerja di perusahaan. Hasil pengukuran kinerja menunjukkan hasil yang cenderung condong pada hasil yang baik, tetapi performance laba perusahaan tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan. Disamping mengukur maka melakukan evaluasi juga dibutuhkan. Kebanyakan manajemen mengambil kesimpulan bahwa penilaiannya tidak dilakukan dengan obyektif, karyawan kurang serius dalam melakukan penilaian, tidak cukup waktu untuk menilai, dll. Bukannya menyadari ada yang perlu diperbaiki dari sistem penilaiannya. Akhirnya penilaian kinerja ( performance appraisal) hanya dijadikan rutinitas dalam pekerjaan SDM. Dimana hasil penilaian tidak digunakan untuk menentukan kebutuhan pelatihan, apalagi untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan.
Manajemen atau pihak Direksi belum yakin tentang pengaruh hasil penilaian prestasi manakala tidak sejalan dengan peningkatan performance perusahaan. Oleh karena itu diperlukan evaluasi untuk mencari faktor penyebab masalah ini timbul. Bukannya membiarkan penilaian tetap berjalan sebagai rutinitas bagi pengelola SDM.
Moga informasi ini, ,menumbuhkan semangat bagi manajemen tuk melakukan evaluasi atas sistem penilaian kinerja yang sedang berjalan.
Salam Sukses Selalu
Drs.Psi . Reksa Boeana
Executive Partner PT. Smart Business Solution

Manajemen kinerja

Bagian 1: Mengidentifikasi Tingkatan Kinerja yang Diharapkan.

Dalam upaya meningkatkan kinerja karyawan maka perlu ditetapkan tingkatan kinerja yang diharapkan. Karyawan akan melakukan upaya untuk meningkatkan kinerjanya manakala ukuran keberhasilan atas perannya dalam pekerjaannya menjadi jelas. Manajemen perlu menetapkan kriteria ukuran keberhasilan masing-masing bagian, jabatan dan individu. Bila karyawan tidak jelas apa yang diharapkan, bagaimana mereka bisa melakukan upaya untuk mencapai apa yang kita harapkan.
Proses untuk memahamkan kriteria keberhasilan ini bukan hanya sekedar disosialisasikan tetapi merupakan suatu proses timbal balik antara proses kerja, hasil kerja dan umpan balik hingga karyawan betul-betul memahami apa yang diharapkan atas perannya. Banyak kasus manajemen kinerja menjadi tidak efektif manakala menggantungkan atas penilaian kinerja formal yang dilakukan setahun sekali atau setiap semester. Karyawan menjadi tidak jelas apa yang manajemen harapkan atas peran jabatannya.
Pemilihan atas kriteria penilaian dapat saja dibuat yang sempurna. Namun perlu diingat bahwa kesempurnaan itu sendiri adalah suatu proses. Manajemen boleh menuntut banyak pada karyawannya. Tetapi semakin banyak kriteria penilaian yang di buat, maka semakin bingung karyawan atas prioritas yang dikerjakannya. Semakin banyak kriteria penilaian yang dijadikan dasar mengukur performance karyawan bukannya semakin bagus dan sempurna tetapi semakin membuat tidak jelas apa yang diharapkan manajemen untuk memperbaiki kinerja perusahaan. Oleh karena itu perlu ada review atas kriteria yang digunakan dalam mengukur kinerja. Periode review adalah 3 tahun  bagi penilaian tahunan dan 2 tahun bagi penilaian 6 bulanan.
Manajemen juga perlu menetapkan kriteria utama berkaitan dengan perbaikan kinerja perusahaan. Manakah fokus yang lebih utama bagi manajemen, fokus pada Qualitas atau fokus pada peningkatan hasil produksi. Tentunya bagi manajemen yang mengalami kesulitan ”cash flow” akan lebih mengutamakan peningkatan hasil produksi. Seiring dengan perbaikan keuangan perusahaan maka fokus berubah pada pentingnya qualitas hasil produksi. Oleh karena itu target utama perbaikan kinerja ditentukan oleh kriteria kinerja yang bisa berubah sesuai dengan kebijakan manajemen. Kriteria utama inilah yang disebut sebagai “Key Result Indicator”.
Pentingnya penetapan “Key Result Indicator” sangat berpengaruh terhadap kecepatan perbaikan performance perusahaan. Bila manajemen menetapkan kriteria untuk bagian teknik dengan mementingkan faktor maintenance yang meliputi pembuatan jadual maintenance, ketepatan pelaksanaan maintenance maka perbaikan kinerja sulit diukur dengan tepat. Ada pula yang memasukkan kemampuan teknisi dalam memperbaiki banyak mesin, kecepatan dalam memperbaiki kerusakan atau lebih menilai pada keahlian teknisi. Ingatlah keahlian tidak mendatangkan hasil manakala keahlian tersebut tidak diaplikasikan dengan tepat. Hasil penilaian terus menunjukkan angka baik bagi teknisi yang memiliki keahlian.
Lain halnya bila kita menetapkan “Key Result Indicator” dibagian teknik dengan menyebut satu angka performance yaitu “Down Time Mesin” maka semua faktor penilaian akan ikut berperan untuk dapat mencapai target Down Time yang diharapkan. Agar target downtime mesin produksi tercapai maka maintenance mesin harus dilakukan dengan baik, jadual maintenance harus dibuat, pelaksanaan maintenance sesuai jadual, perbaikan mesin harus cepat, keahlian dibutuhkan untuk mengurangi jumlah down time. Namun bila maintenance telah dilakukan sesuai jadual dan baik, belum tentu down time mesin produksi menurun atau mencapai target yang diharapkan.
Pilihlah kriteria yang tepat karena ini menentukan kinerja perusahaan meningkat dengan cepat atau lambat.
Salam sukses selalu
Drs. Psi. Reksa Boeana
Executive Partner PT. Smart Business Solution.